Metode Penelitian PendidikanPosted on 14 November 2010 by AKHMAD SUDRAJAT Metode penelitian berhubungan erat dengan prosedur, teknik, alat, serta desain penelitian yang digunakan. Desain penelitian harus cocok dengan pendekatan penelitian yang dipilih. Prosedur, teknik, serta alat yang digunakan dalam penelitian harus cocok pula dengan metode penelitian yang ditetapkan. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti perlu menjawab sekurang-kurangnya tiga pertanyaan pokok (Nazir, 1985) yaitu:
Jawaban atas ketiga pertanyaan tersebut memberikan kepada peneliti urutan-urutan pekerjaan yang terus dilakukan dalam suatu penelitian. Hal ini sangat membantu peneliti untuk mengendalikan kegiatan atau tahap-tahap kegiatan serta mempermudah mengetahui kemajuan (proses) penelitian. Metode penelitian menggambarkan rancangan penelitian yang meliputi prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, serta dengan cara apa data tersebut diperoleh dan diolah/dianalisis. Dalam praktiknya terdapat sejumlah metode yang biasa digunakan untuk kepentingan penelitian. Beikut ini akan dikemukakan secara singkat beberapa metode penelitian sederhana yang sering digunakan dalam penelitian pendidikan. 1. Penelitian Deskriptif Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakukan khusus terhadap peristiwa tersebut. Variabel yang diteliti bisa tunggal (satu variabel) bisa juga lebih dan satu variabel. Penelitian deskriptif sesuai karakteristiknya memiliki langkah-langkah tertentu dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
2. Studi Kasus Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seseorang individu atau kelompok yang dipandang mengalami kasus tertentu. Misalnya, mempelajari secara khusus kepala sekolah yang tidak disiplin dalam bekerja . Terhadap kasus tersebut peneliti mempelajarinya secara mendalam dan dalam kurun waktu cukup lama. Mendalam, artinya mengungkap semua variabel yang dapat menyebabkan terjadinya kasus tersebut dari berbagai aspek. Tekanan utama dalam studi kasus adalah mengapa individu melakukan apa yang dia lakukan dan bagaimana tingkah lakunya dalam kondisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Untuk mengungkap persoalan kepala sekolah yang tidak disiplin peneliti perlu mencari data berkenaan dengan pengalamannya pada masa lalu, sekarang, lingkungan yang membentuknya, dan kaitan variabel-variabel yang berkenaan dengan kasusnya. Data diperoleh dari berbagai sumber seperti rekan kerjanya, guru, bahkan juga dari dirinya. Teknik memperoleh data sangat komprehensif seperti observasi perilakunya, wawancara, analisis dokumenter, tes, dan lain-lain bergantung kepada kasus yang dipelajari. Setiap data dicatat secara cermat, kemudian dikaji, dihubungkan satu sama lain, kalau perlu dibahas dengan peneliti lain sebelum menarik kesimpulan-kesimpulan penyebab terjadinya kasus atau persoalan yang ditunjukkan oleh individu tersebut. Studi kasus mengisyaratkan pada penelitian kualitatif. Kelebihan studi kasus dari studi lainnya adalah, bahwa peneliti dapat mempelajari subjek secara mendalam dan menyeluruh. Namun kelemahanya sesuai dengan sifat studi kasus bahwa informasi yang diperoleh sifatnya subyektif, artinya hanya untuk individu yang bersangkutan dan belum tentu dapat digunakan untuk kasus yang sama pada individu yang lain. Dengan kata lain, generalisasi informasi sangat terbatas penggunaannya. Studi kasus bukan untuk menguji hipotesis, namun sebaliknya hasil studi kasus dapat menghasilkan hipotesis yang dapat diuji melalui penelitian lebih lanjut. Banyak teori, konsep dan prinsip dapat dihasilkan dan temuan studi kasus. 3. Penelitian Survei Penelitian survei cukup banyak digunakan untuk pemecahan masalah-masalah pendidikan termasuk kepentingan perumusan kebijaksanaan pendidikan. Tujuan utamanya adalah mengumpulkan informasi tentang variabel dari sekolompok obyek (populasi). Survei dengan cakupan seluruh populasi (obyek) disebut sensus. Sedangkan survei yang mempelajari sebagian populasi dinamakan sampel survei. Untuk kepentingan pendidikan, survei biasanya mengungkap permasalahan yang berkenaan dengan berapa banyak siswa yang mendaftar dan diterima di suatu sekolah? Berapa jumlah siswa rata-rata dalam satu kelas? Berapa banyak guru yang telah memenuhi kualifikasi yang telah ditentukan? Pertanyaan-pertanyaan kuantitatif seperti itu diperlukan sebagai dasar perencanaan dan pemecahan masalah pendidikan di sekolah. Pada tahap selanjutnya dapat pula dilakukan perbadingan atau analsis hubungan antara variabel tersebut. Survei dapat pula dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel seperti pendapat, persepsi, sikap, prestasi, motivasi, dan lain-lain. Misalnya persepsi kepala sekolah terhadap otonomi pendidikan, persepsi guru terhadap KTSP, pendapat orangtua siswa tentang MBS, dan lain-lain. Peneliti dapat mengukur variabel-variabel tersebut secara jelas dan pasti. Informasi yang diperoleh mungkin merupakan hal penting sekali bagi kelompok tertentu walaupun kurang begitu bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Survei dalam pendidikan banyak manfaatnya baik untuk memecahkan masalah-masalah praktis maupun untuk bahan dalam merumuskan kebijaksanaan pendidikan bahkan juga untuk studi pendidikan dalam hubungannya dengan pembangunan. Melalui metode ini dapat diungkapkan masalah-masalah aktual dan mendeskripsikannya, mempelajari hubungan dua variabel atau lebih, membandingkan kondisi-kondisi yang ada dengan kriteria yang telah ditentukan, atau menilai efektivitas suatu program. 4. Studi Korelasional Seperti halnya survei, metode deskriptif lain yang sering digunakan dalam pendidikan adalah studi korelasi. Studi ini mempelajari hubungan dua variabel atau lebih, yakni sejauh mana variasi dalam satu variabel berhubungan dengan variasi dalam variabel lain. Derajat hubungan variabel-variabel dinyatakan dalam satu indeks yang dinamakan koefisien korelasi. Koefisien korelasi dapat digunakan untuk menguji hipotesis tentang hubungan antar variabel atau untuk menyatakan besar-kecilnya hubungan antara kedua variabel. Studi korelasi yang bertujuan menguji hipotesis, dilakukan dengan cara mengukur sejumlah variabel dan menghitung koefisien korelasi antara variabel-variabel tersebut, agar dapat ditentukan variabel-variabel mana yang berkorelasi. Misalnya peneliti ingin mengetahui variabel-variabel mana yang sekiranya berhubungan dengan kompetensi profesional kepala sekolah. Semua variabel yang ada kaitannya (misal latar belakang pendidikan, supervisi akademik, dll) diukur, lalu dihitung koefisien korelasinya untuk mengetahui variabel mana yang paling kuat hubungannya dengan kemampuan manajerial kepala sekolah. Kekuatan hubungan antar variabel penelitian ditunjukkan oleh koefisien korelasi yang angkanya bervariasi antara -1 sampai +1. Koefisien korelasi adalah besaran yang diperoleh melalui perhitungan statistik berdasarkan kumpulan data hasil pengukuran dari setiap variabel. Koefisien korelasi positif menunjukkan hubungan yang berbanding lurus atau kesejajaran, koefisien korelasi negatif menunjukkan hubungan yang berbading terbalik atau ketidak-sejajaran. Angka 0 untuk koefisien korelasi menunjukkan tidak ada hubungan antar variabel. Makin besar koefisien korelasi baik itu pada arah positif ataupun negatif, makin besar kekuatan hubungan antar variabel. Misalnya, terdapat korelasi positif antara variabel IQ dengan prestasi belajar; mengandung makna IQ yang tinggi akan diikuti oleh prestasi belajar yang tinggi; dengan kata lain terdapat kesejajaran antara IQ dengan prestasi belajar. Sebaliknya, korelasi negatif menunjukkan bahwa nilai tinggi pada satu variabel akan diikuti dengan nilai rendah pada variabel lainnya. Misalnya, terdapat korelasi negatif antara absensi (ketidakhadiran) dengan prestasi belajar; mengandung makna bahwa absensi yang tinggi akan diikuti oleh prestasi belajar yang rendah; dengan kata lain terdapat ketidaksejajaran antara absensi dengan prestasi belajar. Dalam suatu penelitian korelasional, paling tidak terdapat dua variabel yang harus diukur sehingga dapat diketahui hubungannya. Di samping itu dapat pula dianalisis hubungan antara dari tiga variabel atau lebih. Makna suatu korelasi yang dinotasikan dalam huruf r (kecil) bisa mengandung tiga hal. Pertama, kekuatan hubungan antar variabel, kedua, signifikansi statistik hubungan kedua variabel tersebut, dan ketiga arah korelasi. Kekuatan hubungan dapat dilihat dan besar kecilnya indeks korelasi. Nilai yang mendekati nol berarti lemahnya hubungan dan sebaliknya nilai yang mendekati angka satu menunjukkan kuatnya hubungan. Faktor yang cukup berpengaruh terhadap besar kecilnya koefisien korelasi adalah keterandalan instrumen yang digunakan dalam pengukuran. Tes hasil belajar yang terlalu mudah bagi anak pandai dan terlalu sukar untuk anak bodoh akan menghasilkan koefisien korelasi yang kecil. Oleh karena itu instrumen yang tidak memiliki keterandalan yang tinggi tidak akan mampu mengungkapkan derajat hubungan yang bermakna atau signifikan. 5. Penelitian Eksperimen Penelitian eksperimen dapat didefinisikan sebagai metode sistematis guna membangun hubungan yang mengandung fenomena sebab akibat. Penelitian eksperimen merupakan metode inti dari model penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Dalam metode eksperimen, peneliti harus melakukan tiga persyaratan yaitu kegiatan mengontrol, kegiatan memanipulasi, dan observasi. Dalam penelitian eksperimen, peneliti membagi objek atau subjek yang diteliti menjadi 2 kelompok yaitu kelompok treatment yang mendapatkan perlakuan dan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan. Karakteristik penelitian eksperimen yaitu:
Proses penyusunan penelitian eksperimen pada prisnsipnya sama dengan jenis penelitian lainnya. Secara eksplisit dapat dilihat sebagai berikut:
Dalam penelitian eksperimen peneliti harus menyusun variabel-variabel minimal satu hipotesis yang menyatakan hubungan sebab akibat diantara variabel-variabel yang terjadi. Variabel-variabel yang diteliti termasuk variabel bebas dan variabel terikat sudah ditentukan secara tegas oleh peneliti sejak awal penelitian. Dalam bidang pembelajaran misalnya yang diidentifikasikan sebagai variabel bebas antara lain: metode mengajar, macam-macam penguatan, frekuensi penguatan, sarana-prasarana pendidikan, lingkungan belajar, materi belajar, jumlah kelompok belajar. Sedangkan yang diidentifikasikan variabel terikat antara lain: hasil belajar siswa, kesiapan belajar siswa, kemandirian siswa. 6. Penelitian Tindakan Penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian refleleksi-diri yang dilakukan oleh para partisipan dalam situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki praktek yang dilakukan sendiri. Dengan demikian akan diperoleh pemahaman mengenai praktek tersebut dan situasi di mana praktek tersebut dilaksanakan. Terdapat dua esensi penelitian tindakan yaitu perbaikan dan keterlibatan. Hal ini mengarahkan tujuan penelitian tindakan ke dalam tiga area yaitu: (1) Untuk memperbaiki praktek; (2) Untuk pengembangan profesional dalam arti meningkatkan pemahaman/kemampuan para praktisi terhadap praktek yang dilaksanakannya; (3) Untuk memperbaiki keadaan atau situasi di mana praktek tersebut dilaksanakan. Penelitian tindakan bertujuan untuk mengungkap penyebab masalah dan sekaligus memberikan langkah pemecahan terhadap masalah. Langkah-langkah pokok yang ditempuh akan membentuk suatu siklus sampai dirasakannya ada suatu perbaikkan. Siklus pertama dan siklus-siklus berikutnya yaitu: (1) penetapan fokus masalah penelitian, (2) perencanaan tindakan perbaikan, (3) pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi, (4) analisis dan refleksi, dan (5) perencanaan tindak lanjut. Mengingat besarnya manfaat penelitian tindakan dalam bidang pendidikan, uraian spesifik akan dijelaskan dalam materi tersendiri. 7. Metode Penelitian dan Pengembangan (R&D) Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah strategi atau metode penelitian yang cukup ampuh untuk memperbaiki praktek. Yang dimaksud dengan Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah rangkaian proses atau langkah-langkah dalam rangka mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada agar dapat dipertanggungjawabkan. Produk tersebut tidak selalu berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau di laboratorium, tetapi bisa juga perangkat lunak (software), seperti program komputer untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas, perpustakaan atau laboratorium, ataupun model-model pendidikan, pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, sistem manajemen, dan lain-lain. Penelitian dalam bidang pendidikan pada umumnya jarang diarahkan pada pengembangan suatu produk, tetapi ditujukan untuk menemukan pengetahuan baru berkenaan dengan fenomena-fenomena yang bersifat fundamental, serta praktek-praktek pendidikan. Penelitian dan pengembangan merupakan metode penghubung atau pemutus kesenjangan antara penelitian dasar dengan penelitian terapan. Sering dihadapi adanya kesenjangan antara hasil-hasil penelitian dasar yang bersifat teoretis dengan penelitian terapan yang bersifat praktis. Kesenjangan ini dapat dihilangkan atau disambungkan dengan penelitian dan pengembangan. Dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan, terdapat beberapa metode yang digunakan, yaitu metode: deskriptif, evaluatif, dan eksperimental. Penelitian deskriptif digunakan dalam penelitian awal untuk menghimpun data tentang kondisi yang ada. Kondisi yang ada mencakup: (1) Kondisi produk-produk yang sudah ada sebagai bahan perbandingan atau bahan dasar (embrio) produk yang akan dikembangkan, (2) Kondisi pihak pengguna (dalam bidang pendidikan misalnya sekolah, guru, kepala sekolah, siswa, serta pengguna lainnya); (3) Kondisi faktor-faktor pendukung dan penghambat pengembangan dan penggunaan dari produk yang akan dihasilkan, mencakup unsur pendidik dan tenaga kependidikan, sarana-prasarana, biaya, pengelolaan, dan lingkungan pendidikan di mana produk tersebut akan diterapkan. Metode evaluatif, digunakan untuk mengevaluasi produk dalam proses uji coba pengembangan suatu produk. Produk penelitian dikembangkan melalui serangkaian uji coba dan pada setiap kegiatan uji coba diadakan evaluasi, baik itu evaluasi hasil maupun evaluasi proses. Berdasarkan temuan-temuan pada hasil uji coba diadakan penyempurnaan (revisi model). Metode eksperimen digunakan untuk menguji keampuhan dari produk yang dihasilkan. Walaupun dalam tahap uji coba telah ada evaluasi (pengukuran), tetapi pengukuran tersebut masih dalam rangka pengembangan produk, belum ada kelompok pembanding. Dalam eksperimen telah diadakan pengukuran selain pada kelompok eksperimen juga pada kelompok pembanding atau kelompok kontrol. Pemilihan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara acak atau random. Pembandingan hasil eksperimen pada kedua kelompok tersebut dapat menunjukkan tingkat keampuhan dan produk yang dihasilkan |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Konsep Manajemen Sekolah Posted on 3 Februari 2008 by AKHMAD SUDRAJAT MANAJEMEN SEKOLAH : Pengertian, Fungsi dan Bidang Manajemen oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd. A. Pengertian Manajemen Sekolah Dalam konteks pendidikan, memang masih ditemukan kontroversi dan inkonsistensi dalam penggunaan istilah manajemen. Di satu pihak ada yang tetap cenderung menggunakan istilah manajemen, sehingga dikenal dengan istilah manajemen pendidikan. Di lain pihak, tidak sedikit pula yang menggunakan istilah administrasi sehingga dikenal istilah adminitrasi pendidikan. Dalam studi ini, penulis cenderung untuk mengidentikkan keduanya, sehingga kedua istilah ini dapat digunakan dengan makna yang sama. “Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan (controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang berkesinambungan”. Sedangkan dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa: “Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”. Secara khusus dalam konteks pendidikan, Djam’an Satori (1980) memberikan pengertian manajemen pendidikan dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan yang diartikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien”. Sementara itu, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan bahwa “administrasi pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama berupa lembaga pendidikan formal”. Meski ditemukan pengertian manajemen atau administrasi yang beragam, baik yang bersifat umum maupun khusus tentang kependidikan, namun secara esensial dapat ditarik benang merah tentang pengertian manajemen pendidikan, bahwa : (1) manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan; (2) manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai sumber daya; dan (3) manajemen pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan tertentu. B. Fungsi Manajemen Dikemukakan di atas bahwa manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan. Kegiatan dimaksud tak lain adalah tindakan-tindakan yang mengacu kepada fungsi-fungsi manajamen. Berkenaan dengan fungsi-fungsi manajemen ini, H. Siagian (1977) mengungkapkan pandangan dari beberapa ahli, sebagai berikut: Menurut G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu : Sedangkan menurut Henry Fayol terdapat lima fungsi manajemen, meliputi : Sementara itu, Harold Koontz dan Cyril O’ Donnel mengemukakan lima fungsi manajemen, mencakup : Selanjutnya, L. Gullick mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu : Untuk memahami lebih jauh tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan, di bawah akan dipaparkan tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan dalam perspektif persekolahan, dengan merujuk kepada pemikiran G.R. Terry, meliputi : (1) perencanaan (planning); (2) pengorganisasian (organizing); (3) pelaksanaan (actuating) dan (4) pengawasan (controlling). 1. Perencanaan (planning) Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Louise E. Boone dan David L. Kurtz (1984) bahwa: planning may be defined as the proses by which manager set objective, asses the future, and develop course of action designed to accomplish these objective. Sedangkan T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa : Arti penting perencanaan terutama adalah memberikan kejelasan arah bagi setiap kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan seefisien dan seefektif mungkin. T. Hani Handoko mengemukakan sembilan manfaat perencanaan bahwa perencanaan: (a) membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan; (b) membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah utama; (c) memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran; (d) membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat; (e) memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi; (f) memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi; (g) membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami; (h) meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti; dan (i) menghemat waktu, usaha dan dana. Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan langkah-langkah pokok dalam perencanaan, yaitu :
Hal senada dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko (1995) bahwa terdapat empat tahap dalam perencanaan, yaitu : (a) menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan; (b) merumuskan keadaan saat ini; (c) mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan; (d) mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan. Perencanaan strategik akhir-akhir ini menjadi sangat penting sejalan dengan perkembangan lingkungan yang sangat pesat dan sangat sulit diprediksikan, seperti perkembangan teknologi yang sangat pesat, pekerjaan manajerial yang semakin kompleks, dan percepatan perubahan lingkungan eksternal lainnya.
Meski pendapat di atas lebih menggambarkan perencanaan strategik dalam konteks bisnis, namun secara esensial konsep perencanaan strategik ini dapat diterapkan pula dalam konteks pendidikan, khususnya pada tingkat persekolahan, karena memang pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang menghadapi berbagai tantangan internal maupun eksternal, sehingga membutuhkan perencanaan yang benar-benar dapat menjamin sustanabilitas pendidikan itu sendiri. 2. Pengorganisasian (organizing) Fungsi manajemen berikutnya adalah pengorganisasian (organizing). George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa : 3. Pelaksanaan (actuating) Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi 4. Pengawasan (controlling) Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan. Dalam hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984) memberikan rumusan tentang pengawasan sebagai : “… the process by which manager determine wether actual operation are consistent with plans”. Dalam perspektif persekolahan, agar tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka proses manajemen pendidikan memiliki peranan yang amat vital. Karena bagaimana pun sekolah merupakan suatu sistem yang di dalamnya melibatkan berbagai komponen dan sejumlah kegiatan yang perlu dikelola secara baik dan tertib. Sekolah tanpa didukung proses manajemen yang baik, boleh jadi hanya akan menghasilkan kesemrawutan lajunya organisasi, yang pada gilirannya tujuan pendidikan pun tidak akan pernah tercapai secara semestinya. C. Bidang Kegiatan Pendidikan Berbicara tentang kegiatan pendidikan, di bawah ini beberapa pandangan dari para ahli tentang bidang-bidang kegiatan yang menjadi wilayah garapan manajemen pendidikan. Ngalim Purwanto (1986) mengelompokkannya ke dalam tiga bidang garapan yaitu :
Hal serupa dikemukakan pula oleh M. Rifa’i (1980) bahwa bidang-bidang administrasi pendidikan terdiri dari :
Sementara itu, Thomas J. Sergiovani sebagimana dikutip oleh Uhar Suharsaputra (2002) mengemukakan delapan bidang administrasi pendidikan, mencakup : (1) instruction and curriculum development; (2) pupil personnel; (3) community school leadership; (4) staff personnel; (5) school plant; (6) school trasportation; (7) organization and structure dan (8) School finance and business management. Di lain pihak, Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas (1999) telah menerbitkan buku Panduan Manajemen Sekolah, yang didalamnya mengetengahkan bidang-bidang kegiatan manajemen pendidikan, meliputi: (1) manajemen kurikulum; (2) manajemen personalia; (3) manajemen kesiswaan; (4) manajemen keuangan; (5) manajemen perawatan preventif sarana dan prasarana sekolah. Dari beberapa pendapat di atas, agaknya yang perlu digarisbawahi yaitu mengenai bidang administrasi pendidikan yang dikemukakan oleh Thomas J. Sergiovani. Dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, pandangan Thomas J. Sergiovani kiranya belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, terutama dalam bidang school transportation dan business management. Dengan alasan tertentu, kebijakan umum pendidikan nasional belum dapat menjangkau ke arah sana. Kendati demikian, dalam kerangka peningkatkan mutu pendidikan, ke depannya pemikiran ini sangat menarik untuk diterapkan menjadi kebijakan pendidikan di Indonesia. Merujuk kepada kebijakan Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas dalam buku Panduan Manajemen Sekolah, berikut ini akan diuraikan secara ringkas tentang bidang-bidang kegiatan pendidikan di sekolah, yang mencakup : 1. Manajemen kurikulum Manajemen kurikulum merupakan subtansi manajemen yang utama di sekolah. Prinsip dasar manajemen kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong guru untuk menyusun dan terus menerus menyempurnakan strategi pembelajarannya. Tahapan manajemen kurikulum di sekolah dilakukan melalui empat tahap : (a) perencanaan; (b) pengorganisasian dan koordinasi; (c) pelaksanaan; dan (d) pengendalian.
2. Manajemen Kesiswaan Dalam manajemen kesiswaan terdapat empat prinsip dasar, yaitu : (a) siswa harus diperlakukan sebagai subyek dan bukan obyek, sehingga harus didorong untuk berperan serta dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan mereka; (b) kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik, kemampuan intelektual, sosial ekonomi, minat dan seterusnya. Oleh karena itu diperlukan wahana kegiatan yang beragam, sehingga setiap siswa memiliki wahana untuk berkembang secara optimal; (c) siswa hanya termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa yang diajarkan; dan (d) pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif, dan psikomotor. 3. Manajemen personalia Terdapat empat prinsip dasar manajemen personalia yaitu : (a) dalam mengembangkan sekolah, sumber daya manusia adalah komponen paling berharga; (b) sumber daya manusia akan berperan secara optimal jika dikelola dengan baik, sehingga mendukung tujuan institusional; (c) kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta perilaku manajerial sekolah sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah; dan (d) manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap warga dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah. 4. Manajemen keuangan Manajemen keuangan di sekolah terutama berkenaan dengan kiat sekolah dalam menggali dana, kiat sekolah dalam mengelola dana, pengelolaan keuangan dikaitkan dengan program tahunan sekolah, cara mengadministrasikan dana sekolah, dan cara melakukan pengawasan, pengendalian serta pemeriksaan. 5. Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah merupakan tindakan yang dilakukan secara periodik dan terencana untuk merawat fasilitas fisik, seperti gedung, mebeler, dan peralatan sekolah lainnya, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja, memperpanjang usia pakai, menurunkan biaya perbaikan dan menetapkan biaya efektif perawatan sarana dan pra sarana sekolah. ============ Konsep Dasar Manajemen Peserta Didik Posted on 14 Februari 2010 by AKHMAD SUDRAJAT A. Apa yang Dimaksud dengan Manajemen Peserta Didik? Manajemen peserta didik dapat diartikan sebagai usaha pengaturan terhadap peserta didik mulai dari peserta didik tersebut masuk sekolah sampai dengan mereka lulus sekolah. Knezevich (1961) mengartikan manajemen peserta didik atau pupil personnel administration sebagai suatu layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan dan layanan siswa di kelas dan di luar kelas seperti: pengenalan, pendaftaran, layanan individual seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai ia matang di sekolah.
Secara sosiologis, peserta didik mempunyai kesamaan-kesamaan. Adanya kesamaan-kesamaan yang dipunyai anak inilah yang melahirkan kensekuensi kesamaan hak-hak yang mereka punyai. Kesamaan hak-hak yang dimiliki oleh anak itulah, yang kemudian melahirkan layanan pendidikan yang sama melalui sistem persekolahan (schooling). Dalam sistem demikian, layanan yang diberikan diaksentuasikan kepada kesamaan-kesamaan yang dipunyai oleh anak. Pendidikan melalui sistem schooling dalam realitasnya memang lebih bersifat massal ketimbang bersifat individual. Layanan yang lebih diaksentuasikan kepada kesamaan anak yang bersifat massal ini, kemudian digugat. Gugatan demikian, berkaitan erat dengan pandangan psikologis mengenai anak. Bahwa setiap individu pada hakekatnya adalah berbeda. Oleh karena berbeda, maka mereka membutuhkan layanan-layanan pendidikan yang berbeda. Layanan atas kesamaan yang dilakukan oleh sistem schooling tersebut dipertanyakan, dan sebagai responsinya kemudian diselipkan layanan-layanan yang berbeda pada sistem schooling tersebut. Adanya dua tuntutan pelayanan terhadap siswa,– yakni aksentuasi pada layanan kesamaan dan perbedaan anak–, melahirkan pemikiran pentingnya manajemen peserta didik untuk mengatur bagaimana agar tuntutan dua macam layanan tersebut dapat dipenuhi di sekolah. Baik layanan yang teraksentuasi pada kesamaan maupun pada perbedaan peserta didik, sama-sama diarahkan agar peserta didik berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. B. Tujuan dan Fungsi Manajemen Peserta Didik Tujuan umum manajemen peserta didik adalah: mengatur kegiatan-kegiatan peserta didik agar kegiatan-kegiatan tersebut menunjang proses belajar mengajar di sekolah; lebih lanjut, proses belajar mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara keseluruhan. Tujuan khusus manajemen peserta didik adalah sebagai berikut:
Fungsi manajemen peserta didik secara umum adalah: sebagai wahana bagi peserta didik untuk mengembangkan diri seoptimal mungkin, baik yang berkenaan dengan segi-segi individualitasnya, segi sosialnya, segi aspirasinya, segi kebutuhannya dan segi-segi potensi peserta didik lainnya. Fungsi manajemen peserta didik secara khusus dirumuskan sebagai berikut:
C. Prinsip-Prinsip Manajemen Peserta Didik Yang dimaksudkan dengan prinsip adalah sesuatu yang harus dipedomani dalam melaksanakan tugas. Jika sesuatu tersebut sudah tidak dipedomani lagi, maka akan tanggal sebagai suatu prinsip. Prinsip manajemen peserta didik mengandung arti bahwa dalam rangka memanaj peserta didik, prinsip-prinsip yang disebutkan di bawah ini haruslah selalu dipegang dan dipedomani. Adapun prinsip-prinsip manajemen peserta didik tersebut adalah sebagai berikut:
D. Pendekatan Manajemen Peserta Didik Ada dua pendekatan yang digunakan dalam manajemen peserta didik (Yeager, 1994). Pertama, pendekatan kuantitatif (the quantitative approach). Pendekatan ini lebih menitik beratkan pada segi-segi administratif dan birokratik lembaga pendidikan. Dalam pendekatan demikian, peserta didik diharapkan banyak memenuhi tuntutan-tuntutan dan harapan-harapan lembaga pendidikan di tempat peserta didik tersebut berada. Asumsi pendekatan ini adalah, bahwa peserta didik akan dapat matang dan mencapai keinginannya, manakala dapat memenuhi aturan-aturan, tugas-tugas, dan harapan-harapan yang diminta oleh lembaga pendidikannya. Wujud pendekatan ini dalam manajemen peserta didik secara operasional adalah: mengharuskan kehadiran secara mutlak bagi peserta didik di sekolah, memperketat presensi, penuntutan disiplin yang tinggi, menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Pendekatan demikian, memang teraksentuasi pada upaya agar peserta didik menjadi mampu. Kedua, pendekatan kualitatif (the qualitative approach). Pendekatan ini lebih memberikan perhatian kepada kesejahteraan peserta didik. Jika pendekatan kuantitatif di atas diarahkan agar peserta didik mampu, maka pendekatan kualitatif ini lebih diarahkan agar peserta didik senang. Asumsi dari pendekatan ini adalah, jika peserta didik senang dan sejahtera, maka mereka dapat belajar dengan baik serta senang juga untuk mengembangkan diri mereka sendiri di lembaga pendidikan seperti sekolah. Pendekatan ini juga menekankan perlunya penyediaan iklim yang kondusif dan menyenangkan bagi pengembangan diri secara optimal. Di antara kedua pendekatan tersebut, tentu dapat diambil jalan tengahnya, atau sebutlah dengan pendekatan padu. Dalam pendekatan padu demikian, peserta didik diminta untuk memenuhi tuntutan-tuntutan birokratik dan administratif sekolah di satu pihak, tetapi di sisi lain sekolah juga menawarkan insentif-insentif lain yang dapat memenuhi kebutuhan dan kesejahteraannya. Di satu pihak siswa diminta untuk menyelesaikan tugas-tugas berat yang berasal dari lembaganya, tetapi di sisi lain juga disediakan iklim yang kondusif untuk menyelesaikan tugasnya. Atau, jika dikemukakan dengan kalimat terbalik, penyediaan kesejahteraan, iklim yang kondusif, pemberian layanan-layanan yang andal adalah dalam rangka mendisiplinkan peserta didik, penyelesaian tugas-tugas peserta didik. ===================== Diambil dan adaptasi dari Materi Pembinaan Kepala Sekolah. Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Departemen Pendidikan Nasional. 2007) ===================== |
MEDIA PEMBALAJARAN Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan, National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik. Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet. Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
Terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya:
Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat visual, audial, projected still media maupun projected motion media bisa dilakukan secara bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut Multi Media. Contoh : dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif. Allen mengemukakan tentang hubungan antara media dengan tujuan pembelajaran, sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini :
Keterangan : R = Rendah S = Sedang T= Tinggi 1 = Belajar Informasi faktual 2 = Belajar pengenalan visual 3 = Belajar prinsip, konsep dan aturan 4 = Prosedur belajar 5= Penyampaian keterampilan persepsi motorik 6 = Mengembangkan sikap, opini dan motivasi Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media bahwa media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Contoh : bila tujuan atau kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di samping itu, terdapat kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer), seperti: biaya, ketepatgunaan; keadaan peserta didik; ketersediaan; dan mutu teknis. ============
1. Badai Berhembus (The Great Wind Blows) Strategi ini merupakan icebreaker yang dibuat cepat yang membuat para peserta latihan bergerak tertawa. Strategi tersebut merupakan cara membangun team yang baik dan menjadikan para peserta lebih mengenal satu sama lain.
Langkah-langkah :
============================ 2. Lempar spidol Permainan ini bertujuan untuk menghangatkan suasana dan menghilangkan kekakuan antar peserta dan pemandu dan antar peserta sendiri . Pelajaran yang bisa dipetik dari permainan ini adalah perlunya sikap hati–hati dan cepat tanggap. Langkah–langkah :
============================ 3. Sepatu Lapangan : Permainan ini bermanfaat untuk mendorong proses kerjasama Tim, bahwa dalam sebuah Tim setiap orang akan belajar mendengar pendapat orang lain dan merekam masing-masing pendapat secara cermat dalam pikirannya, sebelum memutuskan pendapat apa yang terbaik menurut kelompok. Langkah – langkah :
============================ 4. Kompak Permainan ini bermanfaat untuk menghangatkan suasana dan membentuk suasana kerja dalam Tim. Langkah–langkah :
============================ 5. Bercermin Langkah–langkah :
============================ Tips Memotivasi Siswa untuk Belajar Posted on 11 September 2010 by AKHMAD SUDRAJAT Motivasi belajar siswa merupakan hal yang amat penting bagi pencapaian kinerja atau prestasi belajar siswa. Dalam hal ini, tentu saja menjadi tugas dan kewajiban guru untuk senantiasa dapat memelihara dan meningkatkan motivasi belajar siswanya. Meminjam pemikiran dari USAID DBE3 Life Skills for Youth, berikut ini beberapa ide yang dapat digunakan oleh guru untuk memotivasi siswa di dalam kelas.
1. Gunakan metode dan kegiatan yang beragam Melakukan hal yang sama secara terus menerus bisa menimbulkan kebosanan dan menurunkan semangat belajar. Siswa yang bosan cenderung akan mengganggu proses belajar. Variasi akan membuat siswa tetap konsentrasi dan termotivasi. Sesekali mencoba sesuatu yang berbeda dengan menggunakan metode belajar yang bervariasi di dalam kelas. Cobalah untuk membuat pembagian peran, debat, transfer pengetahuan secara singkat, diskusi, simulasi, studi kasus, presentasi dengan audio-visual dan kerja kelompok kecil 2. Jadikan siswa peserta aktif Pada usia muda sebaiknya diisi dengan melakukan kegiatan, berkreasi, menulis, berpetualang, mendesain, menciptakan sesuatu dan menyelesaikan suatu masalah. Jangan jadikan siswa peserta pasif di kelas karena dapat menurunkan minat dan mengurangi rasa keingintahuannya. Gunakanlah metode belajar yang aktif dengan memberikan siswa tugas berupa simulasi penyelesaian suatu masalah untuk menumbuhkan motivasi dalam belajar. Jangan berikan jawaban apabila tugas tersebut dirasa sanggup dilakukan oleh siswa 3. Buatlah tugas yang menantang namun realistis dan sesuai Buatlah proses belajar yang cocok dengan siswa dan sesuai minat mereka sehingga menarik karena mereka dapat melihat tujuan dari belajar. Buatlah tugas yang menantang namun realistis. Realistis dalam pengertian bahwa standar tugas cukup berbobot untuk memotivasi siswa dalam menyelesaikan tugas sebaik mungkin, namun tidak terlalu sulit agar jangan banyak siswa yang gagal dan berakibat turunnya semangat untuk belajar. 4. Ciptakan suasana kelas yang kondusif Kelas yang aman, tidak mendikte dan cenderung mendukung siswa untuk berusaha dan belajar sesuai minatnya akan menumbuhkan motivasi untuk belajar. Apabila siswa belajar di suatu kelas yang menghargai dan menghormati mereka dan tidak hanya memandang kemampuan akademis mereka maka mereka cenderung terdorong untuk terus mengikuti proses belajar. 5. Berikan tugas secara proporsional Jangan hanya berorientasi pada nilai. Segala tugas di kelas dan pekerjaan rumah tidak selalu bisa disetarakan dengan nilai. Hal tersebut dapat menurunkan semangat siswa yang kurang mampu memenuhi standar dan berakibat siswa yang bersangkutan merasa dirinya gagal. Gunakan mekanisme nilai seperlunya, dan cobalah untuk memberikan komentar atas hasil kerja siswa mulai dari kelebihan mereka dan kekurangan mereka serta apa yang bisa mereka tingkatkan. Berikan komentar Anda secara jelas. Berkan kesempatan bagi siswa untuk memperbaiki tugas mereka apabila mereka merasa belum cukup. Jangan mengandalkan nilai untuk merombak sesuatu yang tidak sesuai dengan Anda. 6. Libatkan diri Anda untuk membantu siswa mencapai hasil Arahkan siswa untuk meningkatkan kemampuan dalam proses belajar mengajar, jangan hanya terpaku pada hasil ujian atau tugas. Bantulah siswa dalam mencapai tujuan pribadinya dan terus pantau perkembangan mereka. 7. Berikan petunjuk pada para siswa agar sukses dalam belajar Jangan biarkan siswa berjuang sendiri dalam belajar. Sampaikan pada mereka apa yang perlu dilakukan. Buatlah mereka yakin bahwa mereka bisa sukses dan bagaimana cara mencapainya. 8. Hindari kompetisi antarpribadi Kompetisi bisa menimbulkan kekhawatiran, yang bisa berdampak buruk bagi proses belajar dan sebagian siswa akan cenderung bertindak curang. Kurangi peluang dan kecendrungan untuk membanding-bandingkan antara siswa satu dengan yang lain dan membuat perpecahan diantara para siswa. Ciptakanlah metode mengajar dimana para siswa bisa saling bekerja sama. 9. Berikan Masukan Berikan masukan para siswa dalam mengerjakan tugas mereka. Gunakan kata-kata yang positif dalam memberikan komentar. Para siswa akan lebih termotivasi terhadap kata-kata positif dibanding ungkapan negatif. Komentar positif akan membangun kepercayaan diri. Ciptakan situasi dimana Anda percaya bahwa seorang siswa bisa maju dan sukses di masa datang. 10. Hargai kesuksesan dan keteladanan Hindari komentar negatif terhadap kelakuan buruk dan performa rendah yang ditunjukan siswa Anda, akan lebih baik bila Anda memberikan apresiasi bagi siswayang menunjukan kelakuan dan kinerja yang baik. Ungkapan positif dan dorongan sukses bagi siswa Anda merupakan penggerak yang sangat berpengaruh dan memberikan aspirasi bagi siswa yang lain untuk berprestasi. 11. Antusias dalam mengajar Antusiasme seorang guru dalam mengajar merupakan faktor yang penting untuk menumbuhkan motivasi dalam diri siswa. Bila Anda terlihat bosan dan kurang antusias maka para siswa akan menunjukkan hal serupa. Upayakan untuk selalu tampil baik, percaya diri dan antusias di depan kelas. 12. Tentukan standar yang tinggi (namun realisitis) bagi seluruh siswa Standar yang diharapkan oleh para guru terhadap siswanya memiliki dampak yang signifikan terhadap performa dan kepercayaan diri mereka. Bila Anda mengharapkan seluruh siswa untuk termotivasi, giat belajar dan memiliki minat yang tinggi, mereka cenderung akan bertindak mengikuti kehendak Anda. Anda harus yakin bahwa Anda mampu memberikan motivasi tinggi pada siswa. Pada awal tahun ajaran baru Anda harus menggunakan kesempatan agar seluruh siswa memiliki motivasi yang tinggi. 13. Pemberian penghargaan untuk memotivasi Pemberian penghargaan seperti nilai, hadiah dsb, mungkin efektif bagi sebagian siswa (biasanya bagi anak kecil) namun metode ini harus digunakan secara hati-hati karena berpotensi menciptakan kompetisi. Namun demikian, penggunaan metode ini dapat melahirkan motivasi internal. 14. Ciptakan aktifitas yang melibatkan seluruh siswa dalam kelas Buatlah aktifitas yang melibatkan siswa dengan kawan-kawan mereka dalam satu kelas. Hal ini akan membagi pengetahuan, gagasan dan penyelesaian tugas-tugas individu siswa dengan seluruh siswa di kelas tersebut. 15. Hindari penggunaan ancaman Jangan mengancam siswa Anda dengan kekerasan, hukuman ataupun nilai rendah. Bagi sebagian siswa ancaman untuk memberi nilai rendah mungkin efektif, namun hal tersebut bisa memicu mereka mengambil jalan pintas (mencontek). 16. Hindarilah komentar buruk Gunakanlah komentar yang positif dan perilaku yang baik. Banyak siswa yang percaya diri akan performa dan kemampuan mereka. Jangan membuat pernyataan yang negatif kepada para siswa di kelas Anda, berkaitan dengan perilaku dan kemampuan mereka. Anda harus selektif dalam menggunakan kata-kata dan berbicara dalam kelas. Apabila tidak hati-hati, kepercayaan diri siswa Anda akan mudah jatuh. 17. Kenali minat siswa-siswa Anda Para siswa mungkin berada dalam satu kelas, namun mereka memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Pahamilah siswa Anda, bagaimana tanggapan mereka terhadap materi dan apa minat,cita-cita, harapan dan kekhawatiran mereka. Pergunakanlah berbagai contoh dalam pembelajaran Anda yang ada kaitannya dengan minat mereka untuk membuat mereka tetap termotivasi dalam belajar. 18. Peduli dengan siswa-siswa Anda Para siswa akan menunjukkan minat dan motivasi pada para guru yang memiliki perhatian. Perlihatkan bahwa Anda memandang para siswa sebagai layaknya manusia normal dan perhatikan bahwa mereka mendapatkan proses pembelajaran dan bukan hanya sekedar nilai karena hal tersebut tercermin pada kemampuan Anda sebagai seorang guru. Cobalah membangun hubungan yang positif dengan para siswa dan coba kenali mereka sebagaimana Anda memperkrnalkan diri Anda pada mereka. Sebagai contoh, ceritakanlah kisah anda ketika anda masih menjadi siswa. Pengembangan Aktivitas, Kreativitas dan Motivasi Siswa Posted on 4 April 2008 by AKHMAD SUDRAJAT Dengan mengutip pemikiran Gibbs, E. Mulyasa (2003) mengemukakan hal-hal yang perlu dilakukan agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajarnya, adalah:
Sementara itu, Widada (1994) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa, guru dapat menggunakan pendekatan sebagai berikut :
Sedangkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, menurut E. Mulyasa (2003) perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
A. Tujuh Prinsip Praktik Pembelajaran yang Baik Posted on 30 September 2009 by AKHMAD SUDRAJAT 8. Dalam sebuah tulisannya, Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengetengahkan tentang 7 (tujuh) prinsip praktik pembelajaran yang baik yang dapat dijadikan sebagai panduan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran, baik bagi guru, siswa, kepala sekolah, pemerintah, maupun pihak lainnya yang terkait dengan pendidikan. 9. Di bawah ini disajikan esensi dari ketujuh prinsip tersebut dan untuk memudahkan Anda mengingatnya, saya buatkan “jembatan keledai” dengan sebutan CRAFT HiT 10. 11. 1. Encourages Contact Between Students and Faculty 12. Frekuensi kontak antara guru dengan siswa, baik di dalam maupun di luar kelas merupakan faktor yang amat penting untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam belajar. Dengan seringnya kontak antara guru-siswa ini, guru dapat lebih meningkatkan kepedulian terhadap siswanya. Guru dapat membantu siswa ketika melewati masa-masa sulitnya. Begitu juga, guru dapat berusaha memelihara semangat belajar, meningkatkan komitmen intelektual siswa, mendorong mereka untuk berpikir tentang nilai-nilai mereka sendiri serta membantu menyusun rencana masa depannya. 13. 2. Develops Reciprocity and Cooperation Among Students 14. Upaya meningkatkan belajar siswa lebih baik dilakukan secara tim dibandingkan melalui perpacuan individual (solo race). Belajar yang baik tak ubahnya seperti bekerja yang baik, yakni kolaboratif dan sosial, bukan kompetitif dan terisolasi. Melalui bekerja dengan orang lain, siswa dapat meningkatkan keterlibatannya dalam belajar. Saling berbagi ide dan mereaksi atas tanggapan orang lain dapat semakin mempertajam pemikiran dan memperdalam pemahamannya tentang sesuatu. 15. 3. Encourages Active Learning 16. Belajar bukanlah seperti sedang menonton olahraga atau pertunjukkan film. Siswa tidak hanya sekedar duduk di kelas untuk mendengarkan penjelasan guru, menghafal paket materi yang telah dikemas guru, atau menjawab pertanyaan guru. Tetapi mereka harus berbicara tentang apa yang mereka pelajari dan dapat menuliskannya, mengaitkan dengan pengalaman masa lalu, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Mereka harus menjadikan apa yang mereka pelajari sebagai bagian dari dirinya sendiri. 17. 4. Gives Prompt Feedback 18. Siswa membutuhkan umpan balik yang tepat dan memadai atas kinerjanya sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari apa yang telah dipelajarinya. Ketika hendak memulai belajar, siswa membutuhkan bantuan untuk menilai pengetahuan dan kompetensi yang ada. Di kelas, siswa perlu sering diberi kesempatan tampil dan menerima saran agar terjadi perbaikan. Dan pada bagian akhir, siswa perlu diberikan kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah dipelajari, apa yang masih perlu diketahui, dan bagaimana menilai dirinya sendiri. 19. 5. Emphasizes Time on Task 20. Waktu + energi = belajar. Memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya merupakan sesuatu yang sangat penting bagi siswa. Siswa membutuhkan bantuan dalam mengelola waktu efektif belajarnya. Mengalokasikan jumlah waktu yang realistis artinya sama dengan belajar yang efektif bagi siswa dan pengajaran yang efektif bagi guru. Sekolah seyogyanya dapat mendefinisikan ekspektasi waktu bagi para siswa, guru, kepala sekolah, dan staf lainnya untuk membangun kinerja yang tinggi bagi semuanya 21. 6. Communicates High Expectations 22. Berharap lebih dan Anda akan mendapatkan lebih. Harapan yang tinggi merupakan hal penting bagi semua orang. Mengharapkan para siswa berkinerja atau berprestasi baik pada gilirannya akan mendorong guru maupun sekolah bekerja keras dan berusaha ekstra untuk dapat memenuhinya 23. 7. Respects Diverse Talents and Ways of Learning 24. Ada banyak jalan untuk belajar. Para siswa datang dengan membawa bakat dan gaya belajarnya masing-masing Ada yang kuat dalam matematika, tetapi lemah dalam bahasa, ada yang mahir dalam praktik tetapi lemah dalam teori, dan sebagainya. Dalam hal ini, siswa perlu diberi kesempatan untuk menunjukkan bakatnya dan belajar dengan cara kerja mereka masing-masing. Kemudian mereka didorong untuk belajar dengan cara-cara baru, yang mungkin ini bukanlah hal mudah bagi guru untuk melakukannya. 25. Pada bagian lain, Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengatakan bahwa guru dan siswa memegang peran dan tanggung jawab penting untuk meningkatkan mutu pembelajaran, tetapi mereka tetap membutuhkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak untuk membentuk sebuah lingkungan belajar yang kondusif bagi praktik pembelajaran yang baik. Adapun yang dimaksud dengan lingkungan tersebut meliputi: (a) adanya rasa tujuan bersama yang kuat; (b) dukungan kongkrit dari kepala sekolah dan para administrator pendidikan untuk mencapai tujuan ; (c) dana yang memadai sesuai dengan tujuan; (d) kebijakan dan prosedur yang konsisten dengan tujuan; dan (e) evaluasi yang berkesinambungan tentang sejauhmana ketercapaian tujuan. 26. Adaptasi dan terjemahan bebas dari: Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson. Seven Principles for Good Practice in Undergraduate Education 00 Referensi_Penyusunan_PTK
01 Bhs Inggris TGT
02 Bhs Indonesia Demonstrasi
03 Bhs Indonesia Deskripsi Tertulis
04 Matematika STAD MBDW
05 Bhs Indonesia Eksplorasi Pustaka
06 Bhs Indonesia Imajinatif
07 Bhs Indonesia Kolaborasi
08 IPA Discovery
09 Matematika Perkalian Cara Sususun
|